Wisisi Nit Meke dan Eksil Raih Piala Citra FFI 2023

Asosiasi Dokumenteris Nusantara
1


Film dokumenter berjudul "Wisisi Nit Meke" karya sutradara Boni Lany menorehkan prestasi gemilang dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2023. Film tersebut berhasil meraih Piala Citra untuk kategori Film Dokumenter Pendek Terbaik. Boni Lany, seorang anak asli lembah Baliem Jayawijaya Papua Pegunungan, berhasil mengangkat kisah inspiratif tentang musik dan budaya daerahnya.


"Wisisi Nit Meke" mengisahkan perjalanan seorang konten kreator muda, Asep Nayak dan Pace Nogar, dalam mengaransemen musik wisisi dengan sentuhan kekinian. Musik wisisi, yang merupakan ciri khas Papua Pegunungan, kini meraih perhatian tidak hanya di dalam Papua, tetapi juga di luar wilayah tersebut, bahkan hingga mancanegara.


Dalam film ini, Boni Lany memperlihatkan bagaimana musik wisisi, yang dulunya hanya diiringi dengan gitar dan alat musik sederhana lainnya, berkembang seiring dengan zaman. Melalui perpaduan antara tradisi dan teknologi, musik ini diaransemen dengan menggunakan berbagai software modern, tetapi tetap mempertahankan irama khas wisisi.


Tarian wisisi, yang sering dipentaskan dalam berbagai acara di Papua Pegunungan, menjadi simbol kebanggaan bagi masyarakat setempat. Keunikan tarian ini terletak pada kemampuannya untuk mengajak siapapun, dari berbagai usia dan latar belakang, untuk ikut bergoyang mengikuti alunan musik wisisi.


Prestasi ini tidak hanya membanggakan bagi Boni Lany dan timnya, tetapi juga menjadi suatu pencapaian yang memperkuat eksistensi budaya Papua Pegunungan dalam panggung perfilman nasional.


Eksil : Kisah Pengungsi Politik Indonesia di Negeri Orang

Sementara itu, film dokumenter "Eksil" karya sutradara Lola Amaria, meraih penghargaan serupa dalam kategori Film Dokumenter Panjang di Festival Film Indonesia (FFI) 2023. Film ini menggambarkan kisah tragis para pengungsi politik Indonesia pada masa peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) 1965.


Melalui sudut pandang para korban yang terpinggirkan dan tidak diakui oleh negara, "Eksil" menceritakan perjalanan hidup mereka setelah terpaksa meninggalkan tanah airnya dan terdampar di berbagai negara, seperti Rusia, Belanda, Ceko, Swedia, dan lainnya.


Lola Amaria, bersama timnya, melakukan riset mendalam sejak 2010 untuk mencari dan menggali kisah-kisah para eksil ini. Mereka menelusuri jejak para pengungsi politik Indonesia di berbagai belahan dunia, mulai dari Eropa hingga Asia, untuk memahami secara mendalam pengalaman hidup mereka.



Dalam pembuatan film ini, Lola Amaria menggunakan gaya narasi yang menarik, sehingga memudahkan penonton, khususnya generasi milenial dan Z, untuk memahami dan terhubung dengan kisah-kisah yang disampaikan. Tujuannya adalah untuk menyampaikan pesan kemanusiaan serta memperkuat hubungan emosional penonton dengan sejarah bangsa.


Meskipun menghadapi berbagai kendala dalam proses produksi, seperti masalah dana dan sulitnya mendapatkan narasumber yang bersedia berbicara terbuka, tim produksi "Eksil" tetap gigih untuk menghasilkan sebuah karya yang mencerahkan dan membangkitkan kesadaran akan pentingnya memahami sejarah bangsa.


Melalui film ini, Lola Amaria dan timnya berhasil menghadirkan suara para eksil yang selama ini terpinggirkan, serta menggugah kesadaran akan pentingnya menghargai dan memahami pengalaman hidup mereka. "Eksil" bukan sekadar sebuah dokumenter tentang peristiwa politik, tetapi juga sebuah cermin bagi generasi muda untuk lebih menghargai dan memahami warisan sejarah bangsa Indonesia.

Post a Comment

1Comments
Post a Comment